Masjid Tangguh, Cara Bupati Baddrut Gugah Kesadaran Masyarakat Pamekasan Taat Prokes
Pamekasan, SantriNews Madura – Adaptasi kebiasaan baru dengan disiplin menjalani protokol kesehatan merupakan salah satu upaya yang diterapkan pemerintah dalam rangka mencegah penyebaran virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Hanya saja, keinginan baik pemerintah, tidak selalu berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.
Dampak ekonomi dari pembatasan sosial berskala besar (PSPB) yang diberlakukan di negeri ini hingga pembatasan pemberlakukan kegiatan masyarakat (PPKM) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan cara pandang di kalangan masyarakat.
Parahnya lagi, hal itu justru didukung dengan maraknya peredaran kabar bohong di berbagai media sosial yang tidak bertanggung jawab, yang pada pokoknya menyebutkan bahwa Covid-19 adalah rekayasa global yang mengusung kepentingan ekonomi kelompok tertentu.
Persoalannya menjadi semakin rumit, saat ada sebagian orang yang meninggal dunia setelah divaksin Covid-19, dan kejadian itu dibingkai sedemian rupa oleh para pegiat media sosial guna mempengaruhi pola pikir dan cara pandang sebagian masyarakat yang sedari awal memang merasa dirugikan dengan kebijakan PSPB dan PPKM yang diterapkan oleh pemerintah.
Di bidang sosial dan agama, persoalan yang mengemuka dan sempat mewarnai pemberitaan di sebagian kecil media massa dan media sosial, bahwa penerapan protokol kesehatan oleh pemerintah dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 itu, sebagai cara sistematis untuk menjauhkan umat penganut agama dengan Tuhannya.
Opini akibat bingkai media sosial dan sebagian media massa dari Covid-19 oleh oknum yang tidak bertanggung jawab ini, seolah membenarkan bahwa pandemi ini memang bagian dari skenario global dengan misi ekonomi dan agama, terlebih ketika banyak ditemukan ada proyek vaksinasi yang diketahui menggunakan vaksin palsu.
Pamekasan termasuk salah satu kabupaten di Jawa Timur yang juga tidak luput dari persoalan ini. Informasi yang disebar oleh media pemerintah daerah dan institusi penegak hukum, seperti Polres dan TNI, cenderung dikritik oleh sebagian pengguna media sosial yang memang memiliki persepsi berbeda mengenai Covid-19. Dampaknya, ketaatan masyarakat dalam menjalankan disiplin protokol kesehatan di kabupaten ini tergolong rendah.
Di beberapa tempat umum dan keramaian, seperti di jalan raya dan pasar tradisional, banyak warga yang tidak menggunakan masker dan tidak sedikit di antara mereka yang abai menjaga jarak.
Bupati Pamekasan Baddrut Tamam menyatakan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam menegakkan disiplin protokol kesehatan itu, merupakan persoalan tersendiri yang perlu disikapi secara bijak.
Upaya sistematis dan berkesinambungan dalam mewujudkan kesadaran kolektif akan pentingnya melakukan antisipasi penyebaran Covid-19 melalui penegakan disiplin protokol kesehatan perlu terus dilakukan, baik oleh pemerintah, maupun elemen masyarakat yang memiliki kesadaran dalam mewujudkan tatanan yang lebih baik untuk melawan pandemi tersebut.
Opini yang berkembang di masyarakat bahwa Covid-19 merupakan konspirasi global, menurut Baddrut Tamam, sebenarnya bisa menjadi peluang bagi pemerintah untuk menjelaskan secara lebih baik kepada masyarakat tentang pola penanganan dan teknik pencegahan secara lebih terinci.
Oleh karenanya, bupati muda yang juga merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Az-Zubair Pamekasan menganggap peluang baik itu harus dimanfaatkan. Caranya, dengan menggerakkan semua elemen yang ada di pemerintahan dan memanfaatkan potensi baik yang ada di masyarakat.
Vaksinasi
Vaksinasi dan penegakan protokol kesehatan merupakan upaya prioritas yang dilakukan Pemkab Pamekasan dalam mencegah penyebaran Covid-19. Vaksinasi dimaksudkan untuk meningkatkan kekebalan komunitas masyarakat, sedangkan penegakan disiplin protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus antaranggota masyarakat.
Sebagaimana di tingkat pusat, di Pamekasan penegakan protokol kesehatan melibatkan tiga institusi pemerintahan, yakni dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP), Polres dan TNI dari Kodim 0826 Pamekasan.
Pemanfaatan institusi aparat keamanan tersebut, yakni TNI dan Polri, karena keduanya memiliki jaringan tersebar, mulai dari tingkat kabupaten, kecamatan hingga ke tingkat desa, yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa) untuk TNI dan bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (babinkamtibmas) untuk Polri.
Melalui personel yang tersebar ini, maka sosialisasi tentang penegakan disiplin protokol kesehatan dan vaksinasi Covid-19 bisa lebih maksimal.
“Memang tidak mudah menyadarkan masyarakat yang telah memiliki paham yang salah. Tapi berkat pendekatan yang intensif oleh personel di lapangan, masyarakat akhirnya banyak yang bersedia divaksin dan mau menaati protokol kesehatan,” kata Komandan Kodim 0826 Pamekasan Letkol Inf Tejo Baskoro, dalam sebuah rapat koordinasi di Mandhepa Agung Ronggosukowati Pemkab Pamekasan.
Kedua institusi ini, dalam perkembangannya tidak hanya digerakkan untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan melalui penyuluhan langsung kepada masyarakat, akan tetapi juga merancang berbagai jenis kegiatan yang berdampak pada terciptanya kekebalan kelompok masyarakat, seperti kelompok tunanetra, pekerja ojek daring serta ibu hamil dan menyusui.
“Dan berkat bantuan TNI-Polri, serta institusi lain yang tergabung dalam Satgas Covid-19 Pemkab Pamekasan, kini warga Pamekasan yang divaksin sudah mencapai hampir 75 persen,” kata Baddrut.
Masjid Tangguh
Selain melalui pendekatan struktural, yakni dengan menggerakkan aparat keamanan, upaya lain yang juga dilakukan Pemkab Pamekasan untuk menegakkan disiplin protokol kesehatan, melalui pendekatan keagamaan, dengan menggunakan tempat ibadah umat beragama sebagai corong atau media sosialisasi.
Melalui pemanfaatan tempat ibadah ini, pemkab ingin agar para penganutnya bisa taat pada ketentuan yang ditetapkan oleh pengelola tempat ibadah dalam menaati ketentuan protokol kesehatan.
Masjid pertama yang diluncurkan oleh bupati sebagai Masjid Tangguh Covid-19 adalah Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan.
Masjid tangguh bencana atau “mastana” ini, kata Badrud, merupakan masjid yang menerapkan protokol kesehatan secara ketat dalam setiap kegiatannya, menyediakan bilik disinfektan, tempat cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir dan cairan penyanitasi tangan.
Selain itu, hal lain yang perlu disediakan di masjid tangguh Covid-19 adalah tempat vaksinasi. Semua pengurus serta jamaah harus divaksin Covid-19, sebagai upaya untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran virus corona.
“Setelah Masjid As-Syuhada ini, peluncuran selanjutnya pada 1.294 masjid lainnya yang tersebar di 178 desa dan 11 kelurahan di 13 kecamatan di Kabupaten Pamekasan,” kata Baddrut Tamam, kala peluncuran.
Dalam kesempatan itu bupati juga mengajak semua tokoh agama dan para ulama di Kabupaten Pamekasan agar bisa menjadi motor penggerak dalam penegakan disiplin protokol kesehatan bagi masyarakat.
Sebab, menurut dia, jika masyarakat taat pada protokol kesehatan, maka kemungkinan penyebaran virus corona bisa ditekan.
Ketua Takmir Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan KH Baidhawi Absor menyatakan sejak diluncurkan sebagai masjid tangguh, para jamaah patuh pada protokol kesehatan, dan demikian juga dengan masyarakat yang tinggal di sekitar masjid.
Akademisi dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura Esa Arif AS menilai pola komunikasi serta pendekatan yang dilakukan Pemkab Pamekasan dalam upaya meningkatkan disiplin protokol kesehatan melalui institusi keagamaan dan tokoh agama memang sangat tepat untuk masyarakat Madura. Hal ini, karena masyarakat Madura merupakan kelompok masyarakat paternalisme.
“Pola komunikasi efektif pada golongan masyarakat ini adalah opinion leader, dimana informasi yang disampaikan tokoh cenderung lebih diperhatikan dibanding institusi pemerintahan,” kata Esa.
Dalam berupaya meningkatkan kedisiplinan masyarakat pada protokol kesehatan, pola kegunaan dan kebutuhan yang dilakukan pemkab melalui institusi dan tokoh agama cenderung memiliki dampak yang tepat guna dan bernilai guna.
Kekuatan kelompok, sambung Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan ini merupakan kekuatan dominan dan demikian juga pengaruh tokoh dalam kelompok tersebut.
Jika gerakan kelompok ini lebih dimasifkan, kata dia, maka hasilnya tentu akan lebih baik lagi, terutama dalam melawan informasi yang tidak bertanggung jawab di sejumlah media sosial. (red/ant)