Masjid Al-Aqsa dan Sejarah Kelam Zionis Yahudi

Warga Palestina bentrok dengan tentara Israel di kompleks Masjid Al Aqsa pada Ramadlan lalu (santrinews.com/reuters)
Sejarah Yahudi sejak masa Nabi Musa (kisaran 1700 SM), Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman, hingga berdirinya Negara Israel Raya oleh kelompok Zionis pada 1948, selalu dipenuhi oleh sejarah kelam, genosida, pembantaian dan peperangan tanpa henti.
Mimpi membangun kembali Haikal Sulaiman — Tempat Suci Umat Yahudi— yang mereka yakini sebagai arah baru kebangkitan kejayaan bangsa Yahudi menjadi ambisi Zionis Yahudi untuk kembali merebut tanah Palestina dan mengusir penduduk bangsa Arab.
Baca juga: Konflik Timur Tengah Bukan Hanya Antara Islam dan Yahudi
Haikal Sulaiman yang mereka yakini berdiri di atas Masjid Al-Aqsa itulah yang sampai detik sekarang membuat mereka tetap bersemangat menggali terowongan di bawah Masjid yang pernah menjadi kiblat umat Islam itu.
Bagi orang Yahudi, Haikal Sulaiman yang dulunya diyakini sebagai tempat peribadatan bangsa Yahudi yang kemudian dihancurkan oleh Nabukadizer dari Babioliona merupakan simbol kejayaan bangsa Yahudi.
Haikal Sulaiman yang mereka yakini itu sesungguhnya tidak lebih dari ilusi yang mereka yakini dari dongeng-dongeng Talmud; kitab yang mereka anggap suci dan bagian dari ajaran agama Yahudi.
Namun atas keyakinan ilusi itu, mereka tetap berambisi merobohkan Masjid Al-Aqsa —tempat suci ketiga setelah Makkah dan Madinah. Mereka ingin kembali membangun Haikal Sulaiman.
Bagaimana pun penduduk Arab Palestina, tidak pernah merelakan bangunan suci itu diporak-porandakan. Mereka lebih memilih lebih baik rumah-rumah, keluarga dan anak-anak mereka yang dihancurkan. Bahkan lebih baik diri mereka yang terbunuh daripada harus menyerahkan Masjid Al-Aqsa kepada Zionis Yahudi.
Baca juga: Pesan Cinta Mbah Moen; Petuah Bijak Sarat Hikmah
Inilah mengapa orang Palestina lebih bangga menggapai mati syahid atas nama mempertahankan tanah air mereka serta mempertahankan Masjid kebanggaan umat Islam dunia itu tetap berdiri tegak, kukuh, meski mereka harus tumbang dan mati.
Hidup mulia atau mati syahid, “عش كريما أو مت شهيدا”. Itulah semboyan akhir mereka yang menjadikan mereka tetap bertahan meski rudal dan bom diarahkan ke arah mereka setiap saat. (*)
Shofi Nur Agustin, Ketua Kopri PMII Guluk-Guluk, Sumenep.