Aksi Jemput Paksa Jenazah Corona, Mathur Husyairi: Masyarakat Madura Sangat Taat Kiai

Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur Mathur Husyairi saat sidak pelaksanaan Rapid Test Covid-19 di Pamekasan, Rabu 17 Juni 2020 (santrinews.com/readi)
Pamekasan – Anggota komisi E DPRD Jawa Timur Mathur Husyairi, menilai, penjemputan paksa jenazah terindikasi virus Corona atau Covid-19 di Pamekasan, seharusnya tidak terjadi jika pemerintah sejak awal aktif sosialisasi dan berkoordinasi dengan para kiai.
“Kejadian di Bangkalan, Sampang, yang terbaru di Pamekasan sebagai bentuk kelemahan koordinasi antara pemerintah dengan ormas-ormas besar di Madura. Seperti NU, Muhammadiyah atau lainnya. Dan ini bentuk minimnya koordinasi dengan para ulama dan kiai,” kata Mathur kepada SantriNews, Senin, 22 Juni 2020.
Baca juga: Masuk Jateng, Seluruh Santri Wajib Dikarantina 14 Hari
Mathur mengaku sejak awal mengkritisi pemerintah yang tidak hadir mensosialisasikan yang sesungguhnya kepada masyarakat. Memahamkan masyarakat di pedesaan terutama yang dikenal fanatik dalam beragama. Dalam pemahaman mereka mengurusi jenazah harus dilakukan secara islami sebagai seorang muslim.
Menurut dia, tim gugus tugas yang terdiri dari tim kesehatan, polisi, dan stakelholder lain seharusnya sejak awal mengkomunikasikan, mengantisipasi melihat kondisi masyarakat Madura yang fanantik dalam beragama.
Misalnya, pasien yang positif corona, sejak awal memperlihatkan jenazah di ruang mayat kepada keluarga. Keluarga harus bisa melihat dari jarak jauh. Walaupun memaksa mendekat harus disiapkan SOP dengan APD, diberikan ijin untuk melihat. Terutama, bagi perwakilan keluarga terdekat.
“Keluarga juga ikut menyaksikan bahwa jenazah benar-benar ditangani secara islami,” tegasnya.
Baca juga: Pesantren Mulai Beraktifitas, Jatim Intensifkan Koordinasi
Ia mengatakan meskipun ada kontroversi di tengah masyarakat, jenazah Covid-19 harus dimandikan, atau ditayammukan itu hal teknis. Yang terpenting bagaimana memberikan pemahaman kepada keluarga, sehingga tidak terjadi penolakan ketika dilakukan pemakaman secara protokol Covid-19.
“Protokol iya. Tapi mengabaikan tuntunan agama dalam menyelesaikam urusan jenazah sampai dikebumikan itu penting,” paparnya.
Legislator asal Bangkalan itu menilai ketika kejadian penjemputan paksa jenazah itu semestinya tidak harus terjadi di Madura. Pemerintah seharusnya sudah mengantisipasi sejak awal.
“Tapi setelah terjadi, pemerintah panik, bingung. Yang ada pemerintah ingin mengambil tindakan tegas dengan menggunakan SOP. Kemudian didakwakan dengan tindakan kriminal, atau pidana. Cara seperti ini bukan penindakan yang mendidik,” ujarnya.
Sebelumnya, Jumat, 12 Juni 2020, warga Kecamatan Waru, Pamekasan, menolak jenazah pasien virus corona dikuburkan mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Pemicunya warga tidak terima jenazah langsung dimakamkan tanpa proses pemandian.
Warga menghadang mobil ambulans yang mengangkut jenazah pasien positif Corona tersebut. Mereka meminta petugas medis dari RSUD Slamet Martodirjo Pamekasan agar menurunkan jenazah untuk dimandikan. Akibat kalah jumlah, petugas medis terpaksa menuruti permintaan warga. Kini, pengambilan paksa jenazah itu diusut oleh Polres Pamekasan.
Baca juga: Virus Corona dan Keragaman Pandangan Kiai
Mathur menambahkan kalau masyarakat terus dilawan akan memancing emosi. Kejadian yang tidak diinginkan bisa terulang kembali. Terutama kejadian penjemputan paksa di jalan. Akhirnya, yang jadi korban juga masyarakat.
“Petugas medis menjalankan sesuai SOP. Masyarakat awam karena kurang sosialisasi karena tetap berpegang pada ajaran agama akhirnya berbenturan,” paparnya.
Alumnus UIN Sunan Ampel Surabaya itu mengatakan, kalau sejak awal didiskusikan, dicarikan solusi dia merasa hal itu tidak akan terjadi. “Apalagi masyarakat Madura sami’na wa atho’na kepada kiai,” pungkasnya. (adi/onk)