Nyai Sinta Nuriyah Perajut Persaudaraan Tanpa Batas

Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid saat menerima penghargaan Zhenghe Internasional Peace Award 2019 pada pembukaan Konferensi Internasional Zhenghe V di Jatim Expo Internasional, Surabaya, Senin malam, 15 Juli 2019 (santrinews.com/istimewa)
Yogyakarta – Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menerima anugerah gelar Doktor Kehormatan atau Honoris Causa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Anugerah itu tersebut sebagai wujud penghargaan terhadap kerja-kerja kemanusiaan Nyai Sinta selama puluhan tahun.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengaku bangga atas penganugerahan tersebut. Menurutnya, Nyai Sinta merupakan tokoh perempuan guru bangsa yang sangat lengkap serta sosok yang tak henti mencari ilmu. Figur perempuan pembelajar yang mengamalkan sekaligus mengajarkan ilmunya.
“Beliau adalah sosok pembelajar yang mengamalkan sekaligus mengajarkan ilmunya tanpa kenal lelah,” kata Khofifah saat menghadiri penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa untuk Nyai Hj Sinta di gedung Prof Dr HM Amin Abdullah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu, 18 Desember 2019.
Khofifah menyimpulkan, sosok Nyai Sinta Nuriyah selalu memberikan keteladan tentang kehidupan yang inklusif. Inklusifitas yang diajarkan Sinta Nuriyah tidak hanya tentang beragama semata, tetapi inklusifitas dalam persaudaraan, bersosial dan berbudaya.
Inklusifitas seperti itu diharapkan terus dilakukan, ia melakukan buka dan sahur bersama setiap bulan romadlan dengan berkeliling ke berbagai komunitas, bisa di masjid, gereja, pesantren, pinggir rel kereta dan di berbagai tempat lainnya.
Bentuk-bentuk solidaritas kemanusiaan yang dilakukannya memberikan pelajaran bahwa persaudaraan harus dibangun melalui berbagai lapis tanpa mengenal batas sosial, ekonomi, agama, suku, adat dan ras.
Sosok seperti inilah yang menurut Khofifiah sangat sulit ditemui. “Gelar Doktor H.C bagi Ibu Sinta dari ini menjadi referensi bagi para ilmuwan untuk bisa mengikuti referensi kehidupan keilmuan, pemikiran serta tindakan seorang ibu Sinta,” tegasnya.
Kiprah Panjang Kemanusiaan
Nyai Sinta telah puluhan tahun menyuarakan dan memperjuangkan hak-hak perempuan serta kelompok marginal, minoritas dan terpinggirkan yang kerap luput mendapatkan perlindungan.
Salah satu kegiatan rutin yang memiliki gaung yang kuat di akar rumput adalah selama lebih dari dua puluh tahun Nyai Sinta telah setia menggelar Sahur Keliling yang menjadi ruang perjumpaan untuk merajut kebhinekaan dan mengkampanyekan pesan-pesan toleransi di berbagai titik di tanah air, di berbagai rumah ibadah dan membersamai beragam kelompok masyarakat.
Pembelaan terhadap kelompok minoritas juga senantiasa ia hayati dan contohkan dalam berbagai kesempatan, pernyataan serta kesediaan hadir memberi dukungan dan pengayoman.
Nyai Sinta bukan saja perempuan aspiratif yang hadir membersamai publik secara setia, melainkan dalam ruang keluarga juga menjadi sosok yang senantiasa hangat.
Sejak menikah dengan Gus Dur pada 11 Juli 1968, Nyai Sinta telah setia mendampingi Gus Dur secara tulus di berbagai ruang. Ibu dari empat putri: Alissa, Yenny, Anita dan Inaya, serta sembilan cucu tersebut adalah sosok istri, ibu serta eyang putri yang sederhana, apa adanya, rendah hati dan penuh cinta.
Sebagai istri mendiang Gus Dur yang juga merupakan tokoh bangsa dan kemanusiaan, Nyai Sinta menunjukkan bagaimana ia bekerja mendampingi Gus Dur dengan tetap membangun ruang perjuangan pribadi: membesarkan empat putri yang kesemuanya kini juga berkiprah untuk masyarakat secara luas.
Atas kesetiaan Nyai Sinta hadir menjadi samudera bagi keluarga serta begitu banyak orang dari berbagai kalangan tersebut yang juga menjadikan ia disebut oleh New York Times sebagai sebagai salah satu dari 11 Perempuan Berpengaruh Dunia (11 Powerful Women We Met Around the World) pada 2017.
Menyusul kemudian pada 2018, Nyai Sinta dinobatkan sebagai salah satu dari 100 Orang Paling Berpengaruh di dunia (The Most Influential People of 2018) oleh majalah TIME.
Berbagai penghargaan tersebut, utamanya gelar Doktor Kehormatan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta kepada Nyai Sinta, diharapkan dapat menjadi inspirasi untuk kerja-kerja kemanusiaan yang terus berlanjut, untuk suara-suara keadilan yang terus digaungkan.
Juga memupuk harapan bagi semua orang dari beragam identitas dan kelompok, bahwa kehidupan yang lebih adil dan damai senantiasa perlu untuk terus diperjuangkan. (red)