Kilas Pintas Dunia Kepenyairan di Sumenep

Dokumen Kreativitas Penyair Madura di Koran Memorandum Edisi 15 Oktober 1994

Era tahun 1970-an, dari Sumenep telah bemunculan karya puisi di sejumlah media cetak, meski era sebelumnya telah hadir beberapa nama. Media cetak merupakan tujuan utama untuk mempublikasikan karya, tidak ada penerbitan buku kala itu, kecuali beberapa penyair di Sumenep mencetak dalam bentuk stensilan (shet)

Pada era ini saya tidak banyak melihat perkembangannya, lantaran sejak 1977-1981 saya bermukim di Surabaya, dan kebetulan juga sebagai pemegang desk rubrik sastra di sebuah harian cetak di Surabaya. Dari sini saya tahu peta sastra Jawa Timur saat itu.

Baca juga: Pesantren di Madura Lahirkan Banyak Penyair

Tanda-tanda kekuatan dunia kepenyairan di Sumenep baru terasa pada awal tahun 80-an. Tahun itu merupakan embrio kuat fenomena sastra di Sumenep yang ditandai munculnya beberapa sanggar seni.

Hal ini diperkuat perhatian tokoh muda saat itu (penyair dan elemen lainnya bersatu) menyelenggarakan Jambore Puisi Jawa Timur di Slopeng, Ambunen pada Oktober pada 1983. Menariknya, para seniman se Jawa Timur saat itu “tumplek blek” di area pesisir pantai Slopeng dengan ketersediaan fasilitas tenda perkemahan.

Acara ini termasuk even sastra yang bonafide kala itu. Publikasi (spanduk) terpancang mulai dermaga Kamal, semua Kabupaten di Madura dan di Sumenep melebihi dari pancangan spanduk ketika Pilkada. Dan semua media terlibat di dalamnya.

Disepakati, Jambore Puisi akan dijadikan agenda tahuan, dan tahun berikutnya ditetapkan di Bojonegoro, namun kemudian di Bojonegoro tidak dapat dilaksanakan karena beberapa alasan.

Era 80-an ini menjadi era “manis” bagi Sumenep. Pada tahun yang sama saya juga sempat “mendobrak” pesantren-pesantren dimulai dari Al-Amien, Annuqayah dan pesantren lainnya.

Baca juga: Zawawi Imron: Sastra itu Hakikatnya Milik Pesantren

Langkah ini terus berlanjut sampai tahun 90-an, Sumenep membangun jaringan dengan sejumlah daerah. Setelah Madura, terus berlanjut ke wilayah Jawa Timur, khususnya wilayah Surabaya. Di Surabaya, membangun keakraban dengan Dewan Kesenian Surabaya dan Bengkel Muda Suaraba (BMS).

Bahkan setiap acara mereka, teman-teman dipastikan hadir ke Surabaya. Dan ini terus berlanjut selama tahun itu. Dan bahkan, teman-teman BMS menjadikan Sumenep sebagai “rumah kedua”. Maka tak heran, komunikasi dengan Surabaya demikian kental sebagai “tarètan dhibi’”, “sedulur”.

Pada era 2000-an, perkembangan dunia kepenyairan di Sumenep makin dahsyat dan bahkan sejumlah penyair Sumenep merambah ke wilayah kota-kota besar, sebagaimana yang kita lihat sekarang ini. (*)

Syaf Anton Wr, Sastrawan, Budayawan, tinggal di Sumenep

Terkait

Halaqah Lainnya

SantriNews Network