Pilbup Sumenep 2020
Pilkada Sumenep 2020: Marwah PKB & Politik Zigzag Kiai Busyro

KH A Busyro Karim (kanan) dan Rais Syuriah PCNU Sumenep KH Taufiqurrahman FM (santrinews.com/istimewa)
Menjelang Pilkada Sumenep pada Desember 2020 mendatang, politik membelah diri yang dimainkan KH A Busyro Karim tampak berjalan mulus. Tanpa curiga, akhir-akhir ini publik percaya bahwa Kiai Busyro sudah diacuhkan oleh PKB.
Secara samar-samar dan terus menerus, katanya juga dilakukan oleh loyalisnya, politik membelah diri ini terus dihembuskan. Tujuannya untuk mayakinkan publik bahwa KH A Busyro Karim tidak digerbong PKB pada pilkada kali ini.
Baca juga: Cak Imin: Kebijakan Politik PKB Berpijak pada Hasil Bahtsul Masail Santri
Ditambah lagi, dalam beberapa kesempatan, Kiai Busyro melempar sejumlah pernyataan yang terkesan mengkritisi langkah partai yang membesarkannya. Menjelang pilkada ini misalnya, Kiai Busyro Karim beberapa kali mengkritisi penjaringan cabup dan cawabup PKB yang dinilai menyimpang.
Kenapa saya sebut politik membelah diri, karena hingga hari ini KH A Busyro Karim masih sah sebagai ketua dewan syuro DPC PKB Sumenep. Dan tidak ada satupun yang membicarakan, apakah Kiai Busyro dilengserkan atau tidak (?). Politik memang banyak sekali rahasianya.
Sekadar merefresh ingatan, pada 6 Juni 2018 lalu, pada Muscab IV DPC PKB Sumenep, KH A Busyro Karim terpilih sebagai ketua dewan syuro dan KH Imam Hasyim sebagai ketua tanfidz, posisi yang sebelumnya dijabat Kiai Busyro.
Kiai Imam Hasyim, yang saat ini dikesankan sebagai tokoh antagonis dalam upaya membuang KH A Busyro Karim dari gerbong PKB, saat itu terpilih secara aklamasi di Muscab PKB. Dan ingat, Muscab itu digelar di Pondok Pesantren Al-Karimiyyah Beraji, Gapura, tanpa polemik dan intrik.
Baca juga: Sebelum Daftar ke KPU, Busyro-Fauzi Napak Tilas di Makam Para Raja
Momen Muscab ini, rasanya menjadi titik awal Kiai Busyro mulai melancarkan politik membelah diri. Dalam politik, waktu dua tahun bukanlah waktu yang lama. Membuat orang percaya bahwa Kiai Busyro Karim tidak lagi di gerbong PKB, tentu bukan perkara politik uang belaka. Dua tahun, sejak Muscab usai digelar, dirasa cukup untuk mempraktikkannya.
Politik membelah diri ini, diduga memang disiapkan untuk menghadapi pilkada tahun ini. Sebab kasak kusuk yang beredar luas, telah ada kontrak politik antara PKB dan PDI Perjuangan saat KH A Busyro Karim menjadi nahkoda.
Dalam kontrak politik itu disebutkan, pada pilkada tahun ini, PKB harus rela menjadi orang kedua di pemerintahan. Sebab, Kiai Busyro Karim, kader terbaik PKB sejauh ini, sudah dua kali diantar oleh PDI Perjuangan menjadi bupati di bumi Sumekar. Pilkada tahun ini, semestinya jadi tahunnya PDI Perjuangan. Namun kenyataannya (?).
Baca juga: Mencari Figur Pemimpin Sumenep 2020
Balas budi, rasanya sudah biasa dalam politik. Dan politik membelah diri yang dilakukan oleh Kiai Busyro Karim, rasanya menjadi cara yang masuk akal untuk membuat PKB tetap mandiri. Tidak terikat pada kontrak politik balas budi yang dibuatnya.
Dengan tidak terikat, marwah PKB tetap baik. Dan ini membuktikan bahwa politik membelah diri adalah upaya untuk menghindar dari masa lalu dengan cara yang terhormat. Sebuah ide cemerlang.
Selain itu, politik KH A Busyro Karim ini bisa memberikan peluang pada PKB untuk mencetak hatrick sebagai partai pertama yang memenangkan kontestasi politik di Pilkada Sumenep ini. Hanya saja, semoga tidak ada pihak yang kecewa. (*)
Nur Khalis, wartawan dan penulis hal-hal sederhana.