Bahaya Laten HTI dan PKI: Selagi Ada NU Pasti Bisa Ditangani

Sumenep – Bahaya laten PKI dan HTI belakangan kembali mengemuka. Ibarat sel kanker meski sudah dioperasi secara medis, PKI dan HTI dikhawatirkan tetap tumbuh dan berkembang di kemudian hari.
Itulah salah satu poin yang mengemuka dalam diskusi rutin oleh Lakpesdam NU Pragaan, di kediaman Kiai Nawari Desa Sentol Daya, Sumenep, Sabtu malam, 10 Juli 2020.
Hadir dua narasumber. Kiai Ahmad Rofiq Syuja, dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA), Guluk-Guluk, dan Abrari Elzael, sekretaris DPC PDI Perjuangan Sumenep. Diskusi mengangkat tema tentang bahaya laten HTI dan PKI.
Baca juga: Dulu PKI Ingin Bubarkan Banser, Kini HTI
Rofiq memulai paparannya seputar motif dan awal mula berdirinya Hizbut Tahrir (HT) hingga masuk ke Indonesia yang dikenal dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Ia menjelaskan, Hizbut Tahrir berdiri sebagai respons politik terhadap apa yang terjadi di Palestina pada 1953.
“Maka jangan heran bila sekarang banyak artis yang berafiliasi dengan HTI berbondong-bondong menggalang dana untuk Palestina,” ujarnya.
Menurut Rofiq, Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia karena didorong atas ketertarikan hizbiyyin atau penganut Hizbut Tahrir terhadap sumber daya alam Indonesia yang melimpah.
“Mahmud Syaltut pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah qith’atun minal jannah, potongan tanah surga, yang diturunkan ke dunia,” tegas alumnus pascasarjana UIN Sunan Ampel ini.
HTI masuk ke Indonesia pada 1983 oleh Abdurrahman al-Baghdadi, seorang mubalig sekaligus aktivis Hizbut Tahrir yang berbasis di Australia. Ia memulainya dengan mengajarkan pemahamannya ke beberapa kampus.
Abrari mengatakan, sebenarnya PKI bermula dari paham komunisme yang berkembang di Uni Soviet. Paham ini tidak laku. Begitu juga di Indonesia, PKI sudah “mati” seiring bubarnya PKI pasca peristiwa G30S/PKI pada 1965.
“PKI ini sebenarnya sudah mati, namun kemudian dimunculkan kembali oleh oknum untuk menyerang pihak yang sedang berkuasa,” ujar Bang Abe, sapaan akrabnya.
Baca juga: Tanpa NU dan Santri Tidak Mungkin Ada NKRI
Dalam sesi tanya jawab, Kiai Nawawi menanyakan perihal pernyataan Abrari bahwa PKI telah mati tersebut. “Jangan-jangan PKI ini mirip sel kanker yang sekalipun telah dioperasi secara medis namun tumbuh lagi di kemudian hari,” ujarnya.
Pertanyaan hampir serupa dilontarkan Ach Zubairi Hasyim terkati bahaya laten HTI dan PKI yang kegiatannya tetap massif meski organisasinya dibubarkan.
“Selagi NU masih ada dan masih memegang erat sikap toleran, gerakan HTI dan PKI pasti akan bisa ditangani,” jawab Ach Rofiq Syujak. (khalil/onk)