KH Bashori Alwi Wafat, Selamat Jalan Sang Maestro Al-Quran

KH Muhammad Bashori Alwi Murtadho (santrinews.com/istimewa)
Malang – Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Pengasuh Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) Singosari, Malang, KH Muhammad Bashori Alwi Murtadho, meninggal dunia, pukul 15.31 WIB, Senin, 23 Maret 2020.
“Mohon doa untuk ayahanda KH Bashori Alwi, beliau berpulang ke Rahmatullah karena penyakit jantung koroner,” tulis Gus Faiz Bashori dalam status facebooknya.
Kiai Bashori wafat di usia 93 tahun dengan penyakit jantung koroner yang dideritanya dalam beberapa waktu. Pihak keluarga memutuskan tidak melakukan pemasangan ring karena faktor usia dan adanya infeksi paru-paru.
Jenazah almarhum direncanakan akan dimakamkan di Komplek Yayasan Pesantren Ilmu Al-Quran, Dengkol, Singosari, pada Selasa besok, 24 Maret 2020.
Baca juga: Sosok dan Jejak Panjang Khidmat KH Bashori Alwi untuk Al-Quran
Jenazah almarhum akan diberangkatkan dari rumah duka pukul 11.00 WIB ke Masjid Jamik Hizbullah, untuk dishalatkan pada pukul 12.00 WIB.
Sosok dan Jejak Khidmat untuk Al-Quran
Almarhum lahir di Singosari, Malang pada 15 April 1927 dari pasangan Kiai Alwi Murtadlo dan Nyai Riwati.
KH Bashori dikenal sebagai maestro Al-Quran serta sering dipanggil dengan sebutan Profesor Al Quran. Sebab, repututasinya sebagai ahli qari (pelantun Al-Quran bil-ghina) tak hanya dikenal di dalam negeri, melainkan bahkan internasional.
Sejak muda, ia berkiprah di Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) dan Seleksi Tilawatil Quran (STQ) tingkat Nasional dalam Dewan Hakim.
Kiai Bahsori malang-melintang di dunia tilawah. Bersama dua qori nasional lainnya, Ustadz Abdul Aziz Muslim dan (alm.) Fuad Zain, ia pernah diundang untuk membaca Al-Quran di 11 negara Asia Afrika (Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Siria, Lebanon, Mesir, Palestina, Aljazair dan Libya).
Kiai Bashori satu diantara tokoh yang terlibat dalam Konferensi Asia Afrika (KAA), pada April 1955. Salah satu usulanya adalah untuk diadakan lomba baca Al-Quran sebagai wadah pemersatu negara dan bangsa Asia Afrika.
Kiai Bashori mula-mula di usia muda belajar Al-Quran kepada ayahnya. Kemudian berguru kepada Kiai Muhith, seorang penghafal Al-Quran dari Pesantren Sidogiri, Pasuruan. Ia juga berguru kepada kakak kandungnya sendiri, Kiai Abdus Salam.
Sebelum belajar di Pondok Pesantren Salafiyah Solo pada 1946-1949, Kiai Bashori pernah mondok di Pondok Pesantren Sidogiri dan Pondok Pesantren Legi di Pasuruan pada 1940-1943. Selain ilmu-ilmu agama dengan kitab-kitab klasik khas pesantren salaf, Kiai Bashori muda juga tekun belajar Bahasa Arab. Selama di Solo, Kiai Bashori sempat belajar di Madrasah Aliyah.
Kiai Bashori pernah berguru kepada Syaikh Mahmud Al-Ayyubi dari Iraq, Sayyid Abdur Rahman bin Syihab Al-Habsyi, Syaikh Ismail dari Banda Aceh, Ustadz Abdullah bin Nuh dari Bogor.
Ilmu lagu-lagu Al-Quran beliau peroleh dari Kiai Damanhuri (Malang) dan Kiai Raden Salimin (Yogyakarta), selain melalui kaset rekaman para qori’ Mesir, khususnya Syaikh Shiddiq Al-Minsyawi.
Kiai Bashori merupakan sosok praktisi pendidikan. Puluhan tahun ia berkhidmat di beberapa lembaga pendidikan, baik umum maupun agama, formal maupun informal.
Saat tinggal rumah pamannya di kawasan Ampel Surabaya, ia mengajar di SMI Surabaya dan PGA Negeri Surabaya (1950-1953) dan di PGAA Negeri Surabaya (1953-1958).
Sejak itu, jiwa kepengajaran Kiai Bashori semakin terasah. Ketika hijrah ke Gresik setelah mempersunting gadis di sana, ia masih mengajar di Surabaya seraya menyempatkan diri mengaji kepada Kiai Abdul Karim.
Setelah lama merantau, pada 1958 Kiai Bashori kembali ke Singosari meneruskan tradisi mengajarnya dengan menjadi guru di PGAA Negeri Malang (1958-1960), dosen Bahasa Arab di IAIN Malang –kini UIN Malang- (1960-1961).
Di samping mengajar di lembaga formal, Kiai Bashori juga aktif mengajar bacaan dan lagu Al-Quran di berbagai tempat. Sampai akhirnya, pada 1978, ia mendirikan Pesantren Ilmu Al-Quran (PIQ) di Singosari.
Produktif Menulis Puluhan Kitab
Bukan hanya mengajar. Kiai Bashori produktif menulis dalam bentuk buku maupun risalah, baik berbahasa Arab maupun Indonesia. Beberapa kitab dan risalah karya Kiai Bashori cukup populer di kalangan pesantren dan warga NU.
Beberapa karya Kiai Bashori diantaranya: Mabadi’ Ilm At-Tajwid (Pokok-Pokok Ilmu Tajwid) dilengkapi Kamus Miftahul Huda (Panduan Waqaf dan Ibtida’), Madarij Ad-Duruus Al-Arabiyah (Pelajaran Bahasa Arab, 4 Jilid), Dalil-Dalil Hukum Islam (Terjemahan Matan Ghayah Wat Taqrib, 2 Jilid).
Selanjutnya, Al-Ghoroib Fii Ar-Rasm Al-Utsmany (Seputar bacaan dan tulisan asing dalam Mushaf Rasm Utsmany), Ahadiits Fi Fadhailil Qur’an Wa Qurra’ihi (Hadis-hadis tentang keutamaan Al-Qur’an dan para pembacanya), Terjemahan Syari’atullah Al-Khalidah (Karangan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki), Pedoman Tauhid (Terjemahan Aqidatul Awwam).
Juga Pengantar Waraqaat Imam Al-Haramain, Membahas Kekuasaan (Terjemahan Al-Nasaih al-Diniyah Wa Al-Washaya Al-Imaniyah), Al-Miqat Al-Jawwi Li Hajji Indonesia (Miqat Udara bagi Haji Indonesia), Manasik Haji, Pedoman Singkat Imam dan Khotib Jumat.
Buku atau kitab lain adalah Kumpulan khutbah Jumat, At-Tadlhiyah, Petunjuk singkat tentang qurban, At-Tartil Waa Al-Lahn, risalah tentang Tepat dan Salah Baca dalam Al-Qur’an, Bina Ucap (Mahraj dan Sifat Huruf), Bina Ucap (Hamzah Washol dan Hamzal Qotho’), Dzikir Ba’da Shalat Jumat, Zakat dan Penggunaannya, Hukum Talqin dan Tahlil, Tarawih dan Dasar Hukumnya.
Kini, Kiai Bashori Alwi telah tiada. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah dan dosanya diampuni. Surga telah menanti. Selamat jalan sang maestro Al-Quran. Jejak pengabdiannya yang panjang akan selalu dikenang. (hay)