Pejalan Subuh

Berdiri megah di tiang lilin
Dengan sepasang paru-paru yang tak terbagi

Pahamkah ia dengan semesta kecil
Ketika setetes embun bagai bola kaca dari surga

Membelah dingin sebelum surya tertawa
Dan burung pipit menari di pusar menara

Ada jukung melambaikan benderanya pertanda akan tinggalkan dermaga
Menjemput samudra

Menjemput peruntungan tak terduga
Baik buruknya
Untung ruginya

Masih pahamkah iadengan semesta kecil
Ketika ayat-ayat cinta masihbegitu lirih diperdengarkan
Dan ramai pasar belum tersiar

Tapi jala tak boleh berhenti ditebar
Sebelum teri pertama dan sebuahpermata

Liang

Seperti apakah rupamu jika kau sampai lagi kemari?
Seperti dulu dengan membawa Isa yang suci
Maria,

Dari gema yang jauh itu
Aku tahu seisi dunia telah menghapal namamu
Sebab liangmu adalah mula

Gong

Kembang kapas di bangsal perempuan
Hanya satu yang mau mekar
Menyambut gong yang berkelakar di pojok perapian

Dari jauh angin mengirimkan dendang perawan
Mengantarkan tembang goyang di sebidang loka
Memberi irama paling biru dan nyala sepanjang lagu

Gong dipukul keras
Tak cukup canang dipukul beribu-ribu. (*)

Lusiana Ismayani, lahir di Lamongan, 27 Januari 1992. Mahasisiwi Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya.

Terkait

Puisi Lainnya

SantriNews Network